(Muharzi Aghta Trianto, Amd. Aud)
Cara Mendeteksi Ganguan Pendengaran Usia Dini
Cara mendeteksi gangguan pendengaran dengan mudah, Secara sederhana :
- Dapat dilakukan melalui permainan bunyi seperti tepuk tangan, batuk, menabuh kaleng, dan sebagainya. Bayi normal akan memberi respon terhadap bunyi. Bisa dengan mengedipkan mata, mimik wajahnya berubah, berhenti mengisap ASI atau botol susu, terkejut serta bereaksi dengan mengangkat kaki dan tangan
- Pada bayi yang lebih besar, kerap kali merespon dengan menolehkan kepala pada sumber bunyi. Minimal, ia mencari sumber bunyi tersebut dengan gerakan mata. Jika si kecil tak bereaksi, sebaiknya orang tua segera membawanya ke dokter.
Berikut adalah beberapa dari tanda-tanda gangguan pendengaran pada bayi :
- Jika bayi tidak merespon terhadap suara pada saat ia atau dia adalah 3 sampai 4 bulan tua
- Jika bayi tidak mengatakan kata-kata pendek seperti papa atau mama saat sudah usia satu tahun
- Bayi tidak menanggapi suara Anda
- Bayi tidak meniru suara apa pun yang Anda buat
- Bayi tidak merespon musik atau cerita
Gangguan Pendengaran Pada Bayi Dan Anak
Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan gangguan pendengaran tipe KONDUKTIF (Conductive Hearing Loss) dimana terdapat hambatan hantaran gelombang suara karena kelainan atau penyakit pada telinga luar dan tengah, sedangkan gangguan telinga dalam dapat menyebabkan gangguan pendengaran tipe SENSORI NEURAL (Sensori Neural Hearing Loss). Jika terdapat kelainan atau penyakit tipe konduksi disertai sensorineural maka kelainan tersebut termasuk tipe CAMPURAN (Mixed Hearing loss). Penyebab gangguan pendengaran pada anak biasanya dibedakan menjadi 3 berdasarkan saat terjadinya gangguan pendengaran yaitu
1. Pada saat kehamilan atau dalam kandungan (PRENATAL)
Yang berkaitan dengan keturunan (genetik). Yang tidak berkaitan dengan keturunan seperti Infeksi pada kehamilan terutama pada awal kehamilan/trimester pertama (Toxoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes, Sifilis), kekurangan zat gizi, kelainan struktur anatomi serta pengaruh obat-obatan yang dikonsumsi selama kehamilan yang berpotensi menggangu proses pembentukan organ dan merusak sel-sel rambut dirumah siput seperti salisilat, kina, neomycin, streptomisin, gentamisin, thalidomide barbiturate dll
2. Pada saat Kelahiran atau Persalinan (PERINATAL)
Beberapa keadaan yang dialami bayi pada saat lahir juga merupakan faktor resiko untuk terjadinya gangguan pendengaran seperti tindakan dengan alat pada saat proses kelahiran (ekstraksi vakum, tang forsep), bayi lahir premature (< 37 mgg), berat badan lahir rendah (< 2500 gr), lahir tidak menangis (asfiksia), lahir kuning (hiperbilirubinemia). Biasanya jenis gangguan pendengaran yang terjadi akibat faktor prenatal dan perinatal ini adalah tipe saraf / sensori neural dengan derajat yang umumnya berat atau sangat berat dan sering terjadi pada kedua telinga.
3. Pada saat setelah Persalinan (POSTNATAL)
Pada saat pertumbuhan seorang bayi dapat terkena infeksi bakteri maupun virus seperti Rubella (campak german), Morbili (campak), Parotitis, meningitis (radang selaput otak), otitis media (radang telinga tengah) dan Trauma kepala. Bayi yang mempunyai faktor resiko diatas mempunyai kecenderungan menderita gangguan pendengaran lebih besar dibandingkan bayi yang tidak mempunyai faktor resiko tersebut.Seorang anak harus diperiksa fungsi pendengarannya segera setelah dicurigai terdapat faktor-faktor resiko diatas atau anak tidak bereaksi terhadap bunyi-bunyian disekitarnya (tepukan tangan, suara mainan, terompet, sendok yang dipukulkan ke gelas/ piring dll) dan terdapat keterlambatan perkembangan bicara dan bahasa.
Klasifikasi Anak Tuna Rungu
Tunarungu terdiri atas beberapa tingkatan kemampuan mendengar, yang khusus dan umum. Ada beberapa klasifikasi anak tuna rungu secara umum, yaitu :
1. Klasifikasi umum
- The deaf, atau tuli, yaitu penyandang tunarungu berat dan sangat berat dengan tingkat katulian diatas 90 dB
- Hard of hearing, atau kurang dengar, yaitu penyandang tunarungu ringan atau sedang dengna tingkat ketulian 20 -90 dB
2. Klasifkasi khusus
- Tunarungu ringan, yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat katulian 25 – 45 dB. Seorang yang mengalami tunarungu ringan, ia mengalami kesulitan untuk merespon suara-suara yang datangnya agak jauh. Pada kondisi demikian, anak secara psikologis sudah memerlukan perhatian khsusus dalam belajarnya disekolah,misalnya dengan menempatkan tampat duduk di bagian depan yang dekatnya dengan guru.
- Tunarungu sedang yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 46 – 70 dB. Seorang yag mengalami ketunarunguan sedang, ia hanya akan mengerti percakapan apada jarak 3 – 5 feet secara berhadapan, tetapi tidak dapat mengikuti diskusi dikelas. Untuk anak yang mengalami ketunarunguan ini memerlkan adanya alat bantu denganr ( hearing aid ) dan memerlukan pembinaan komunikasi, persepsi bunyi dan irama.
- Tunarungu berat, yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 71 – 90 dB. Seeorang yang mengalami ketunarunguan tingkat taraf berat, hanya dapat merespon bunyi-bunyi dalam jarak yang sangat dekat dan diperkeras. Siswa dengan kategori ini memerlukan alat bantu dengar dalam mengikuti pendidikannya disekolah. Siswa juga sangat memerlukan adanta pembinaan atau latiha komunikasi dan pengembangan bicaranya.
- Tunarungu sangat berat, yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 90 dB keatas. Seeorang yang mengalami ketunarunguan tingkat sangat berat ini sudah tidak dapat marespon suara sama sekali, tetapi mungkin masih bisa merespon melalui getaran suara yang ada. Untuk kegiatan pendidikan dan aktifitas yang lainnya, penyandang tunarungu ini lebih mengandalkan kemampuan visual atau penglihatannya.